Senin, 19 Maret 2018

Resume materi ke9 kreatifitas

Menumbuhkan kreatifitas pada anak ternyata mutlak salah karena sejatinya anak terlahir kreatif, para orangtua lah seringnya yang berperan besar mematikan kreatifitas tersebut, karena terbentur penilaian orang lain, aturan, tidak mau repot, dan lain sebagainya, contoh hal dari melihat gambar di bawah ini


Gambar pertama : ordernya untuk membuat satu garis lurus tanpa terputus tapi mengenai semua titik, saya langsung berpikir oh buat seperti huruf G saja, ternyata dari jawaban teman teman banyak yang luar biasa ada yg seperti huruf S, panah, kotak berisi silang dan lain sebagainya, ternyata menepuh satu tujuan bisa dengan berbagai cara yah ☺.

Kemudian lanjut di gambar ke dua, saat melihat benda tersebut apa yang bisa dipikirkan kegunaannya apa saja, ternyata dari jawaban teman teman luar biasa juga, bisa untuk piring bersusun untuk display makanan, untuk melukis, tempat decor bunga, sedangkam gelas untuk tempat alat alat tulis, untuk pot tanaman, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana saat kita melihat gambar tersebut di bawah ini :


Pertanyaannya manakah yang termasuk dalam evolusi, sintetis, revolusi (ketiga hal ini adalah penentu kreatifitas), adapun pengertian masing masing sebagai berikut
Jawabannya adalaha :
Evolusi : payung
Sintetis : lilin
Revolusi : pintu

Satu kata yang bisa saya ucap, yaitu LUAR BIASA idenya, saya pun tidak terpikirkan, padahal penting dalam hidup untuk berpikir OUT OF THE BOX
Meski saya pribadi, mengakui jika lebih sering mengikuti "cara" yang ada.

Tantangan terberat dalam memunculkan kreatifitas kita biasanya rasa malas berpikir lebih jauh, butuh motivasi, takut salah, lebih banyak khawatir akan hasilnya, dan lain sebagainya, untuk itu harua di cut off dan harus berubah, no excuse, siap membersamai dan memperlakukan anak sesuai fitrahnya.
AHA momentnya adalah 

*intellectual couriosity ➡ create*
*imagination ➡ art discovery*
*invention ➡ nobel attitude*

Kemudian lanjut mengenai pertanyaan yang diajukan oleh member IIP Tangkot sebagai berikut : 

1. Ria

Izin bertanya,

Eh, tapi sebelumnya mau kasih intro dulu 😬😄

Benar-benar oleng ya kalo gak ngikut materi dari awal. super duper seru. Baper abis. Bawa perasaan sampe perasaanya abis terus jd bawa perubahan.


Saya dan suami termasuk anak2 yang karbitan. Belum waktunya sekolah, udah sekolah. Gak ada rasa malas sampai mogok sekolah sih, tapi jadi ada perasaan "kuliah lagi? males banget deh sama tugas2nya". ini kan berarti malas belajar ya, mgkn ini efeknya karbitan. 😅🤭

Nah meskipun saya dulu 3th sudah TK, sekarang saya jadi sadar banget (InsyaAllah, semoga gak tiba2 amnesia) kalau jangan menggegas. Saya gak mau Ahnaf terlalu digegas. Cuman, Pak Suami masih terbawa masa lalu. "Aku dulu fine2 aja kok TK umur 3th". "Ya minimal Ahnaf ikut TPQ lah", dll. Disitu saya merasa gemes.
Saya bilang "belajar sama mama aja iqro'nya. masa udah ikut tahsin gak bisa ngajari anak"😅. Tapi ya gitu anaknya belum tertarik belajar iqro'. 

Kadang suami mau ngikuti saya, tapi nanti tiba2 terprovokasi lingkungan apalagi sepupunya yg sepantaran thn ini sekolah.

Mohon pencerahan supaya suami bisa teguh pendirian tdk mudah terprovokasi, tdk mudah menggegas, itu caranya bgmn ya?

Terima kasih.

▶ Selamat malam Mbak Ria yg baik. Alhamdulillah saya ikut bahagia dan mengapresiasi kegigihan Mbak dan semangatnya. Alhamdulillah sudah sadar dari 'pingsan' yg lama ya mbak 😃

Kalau suami mbak masih belum teguh pendirian ya tidak apa-apa. Artinya beliau memang masih terkungkung dalam box pikirannya. Beliau belum berani utk melangkah keluar dr zona nyamannya.

Pertanyaannya adalah bagaimana agar suami mbak bisa stay cool dg pendapat orang-orang sekitar? Hanya satu yg bisa saya sarankan, temukan dulu *why* (dorongan/motif/alasan) merekonstruksi sistem pendidikan bagi anak-anak. Setelah mengetahui why-nya apa maka akan sangat mudah dan ajeg utk konsisten berada pd pilihan yg telah dibuat.

Menurut teman-teman adakah pendapat lain selain menemukan "why" nya apa? Boleh ditambahkan bila ada yg memiliki pendapat lain 😊✅

Tambahan jawaban dari peserta :
[19/3 20.16] ‪+62 812-9582-3453‬: Banyakin pillow talk / family forum juga kali ya mba..  Biar "why"nya tetap terjaga #bener ga sih inii

[19/3 20.17] ‪+62 857-9560-2410‬: Lihat keunikan anak dulu, menerima apa adanya anak, dan nanti kayaknya kita yang jadi paling tahu anak kita itu siapa dan bagaimana. Kok rasanya sayang kalau dikasih ke orang/pihak sekolah/sistem yang malah tidak mendukung potensi anak kita.

[19/3 20.18] ‪+62 896-0809-2002‬: Setuju sekali teh strong why ini bs jd dorongan kuat kita. Ini berasa bgt kelar sharing td pagi langsung share ke pak suamik akhrnya qt kembali kpd strong why awal yg qt buat. Yg awalnya sempet buat jalur baru yg tak semestinya.
Makasih teh sdh membangunkan dr pingsan yg panjang ini.

[19/3 20.18] ‪+62 838-7081-0223‬: Pengalaman mba ria hampir sama dg saya, usia Qanita 4th sempat ada perbedaan saya dan suami ketika memutuskan memasukkan PAUD ataupun TK nanti..

Setuju dengan teh ilva, saya dan suami masing2 mengemukakan kenapa anak harus dimasukkan PAUD dan kenapa saya lebih memilih tidak.

Ternyata suami masih 'khawatir' dg sosialisasi Qanita karena memang Qanita sebelum usia 4th terlihat 'agak lama' untuk beradaptasi dg orang.

Perlahan diberikan penjelasan ttg penting tidaknya sosialisasi pada anak di bawah 7th Dan mendengarkan langsung dari yg 'ahli' akhirnya suami ikut memutuskan untuk tidak memasukkan PAUD dan TK dan ini juga dg sepersetujuan Qanita untuk 'sekolah di rumah sama Bunda'..

Ikut share juga🙏🏼
[19/3 20.19] ‪+62 856-2464-8250‬: Aha, betul sekali. Dari pillow talk dan family forum ini cikal bakal kita bisa menemukan why dan misi hidup kita serta keluarga. Teman-teman apakah suka melakukan kedua aktivitas ini?

[19/3 20.21] ‪+62 811-9542-406‬: Mungkin bisa juga ajakin liat kasus2 yg anaknya sekolah dini,  ada yg biasa2 aja tapi bisa juga anak akan a, b, atau c. Terus ya itu buktikan kita bisa mengajar anak di rumah( menstimulasi), kalo saya si begitu. Tiap plng anak cerita, pah aku tadi bikin ini loch ma mamah, dan bla bla bla

[19/3 20.29] ‪+62 856-2464-8250‬: Ah betul ini, ini gaya komunikasi saya dg suami. Saya menyadari ilmu parenting saya dg suami masih lebih 'khatam' saya. Namun kita tetap harus menghargai posisi suami sehingga saya berusaha tdk menciderai egonya sbg pemimpin keluarga. Sehingga saya lebih sering mengajukan pendapat dan beranalogi alih-alih mengarahkan suami 😊

Ini lbh bisa diterima dan beliau merasa dihargai karena dilibatkan dalam mengambil keputusan bagi keluarga yg dibinanya.

2⃣ Gita

Saya mau tanya
1. Untuk usia dibawah 5th, apa boleh diajarkan sesuatu yg bersifat ilmiah seperti percobaan sains gitu. Sebenernya yg dominan pasti ortunya, tapi ingin anak banyak bertanya gitu. Ko bisa gini ko bisa gitu. 
2. Apa bedanya mendikte dengan mengarahkan,  terkadang dlm bermain dengan anak kita kasih alat ini itu terus dia lakukan sesuai petunjuk kita. Nah ini mendikte atau mengarah kan? Karena anak saya belom bnyk berkreasi. Sesuai petunjuk aja gtu. Apa harus ditinggalkan aja gtu ya. Jadi ada sesi bermain dengan ibunya ada sesi dia bermain sendiri.

➡ Hai Mbak Gita, saya coba jawab ya..

1. Sangat boleh, apakah ada literatur atau aturan baku yg melarang utk melakukan percobaan sains bagi anak-anak dibawah 5 tahun?
Anak-anak pasti akan sangat excited dan senang dilibatkan dalam prosesnya. Kuncinya adalah bebaskan mereka bereksplorasi ketika berkegiatan tersebut. 

Wajar jika kita yg ingin anak kita banyak bertanya. Maka pancinglah anak-anak dg pertanyaan jangan *pernyataan*. Tidak perlu "sok tahu" menceritakan akan bagaimana hasil dr percobaannya. Namun stimulus anak-anak dg pertanyaan yg mengundang keingintahuannya. "Kira-kira nanti akan jadi apa ya Dek jika air bening ini kita tetesi pewarna merah ini? Yuk kita coba dan lihat hasilnya", dst.

2. Mendikte itu adalah ketika kita menyuruh anak dan tidak memberikan anak peluang utk menyuarakan keinginannya. Sedangkan dalam hal mengarahkan disana ada apresiasi kita terhadap inisiatif anak, terdapat negosiasi, dan kesepakatan antara maunya kita dg anak. 

Kembali lagi kuncinya adalah rangsang anak dg pertanyaan atau biarkan saja dia mengeksplore sendiri. Kalau tidak menunjukkan inisiatif bisa jd selama ini kita yg lebih dominan mengatur bagaimana anak harus bermain dg semestinya. Coba cek apakah kita lebih dominan memberitahu harus begini dan begitu pd anak. Ataukah kita lebih memerdekakan anak utk mengeksplore dirinya?

Boleh teman-teman menambahkan jika ada yg dirasa kurang tepat, feel free ya 😊

3⃣ Dewi

Mau nanya tentang bagaimana spy percaya diri dan bisa kreatif mjd ibu. Msh terfokus pekerjaan ditempat kerja dan kerjaan dirumah. Msh merasa kurang waktu untuk belajar apalagi untuk menjadi kreatif.

Tugas kuliah jg sk males jdnya nunggu dikumpulkan kapan baru ngebut atau minta copas dari temen gmn spy jd kreatif ya?

▶ Mbak Dewi apa yg membuat mbak merasa tidak percaya diri? Kreatif itu akan muncul ketika kita merasa nyaman dg kondisi diri kita. Jika kita tertekan pastilah kreatif itu tidak serta merta akan muncul kan, begitu tidak?

Yg sering saya dengar dr Bu Septi adalah. Bersungguh-sungguhlah utk fokus ketika kita sedang bekerja baik di ranak publik maupun ranah domestik. Fokuskan pikiran dan raga kita menjalani peran tersebut di kandang waktu yg sudah ditetapkan. Kemudian ketika selesai maka segera switch pikiran dan raga kita utk menjalani kegiatan selanjutnya yg sudah menunggu kita. Agak susah memang karena saya masih berproses juga utk bisa fokus 100% pd aktivitas yg sdg saya kerjakan. Tp percayalah jika sudah kita coba dan berusaha utk konsisten maka akan terlihat celahnya.

Mbak bilang ada rasa malas, nah rasa ini lah yg sebenarnya kunci memacu kreatifitas. Tidak ada kata lain selain melawannya. Karena orang kreatif itu no excuse.

4⃣ Imah

Apakah para ortu diharapkan mampu mnerapkan ootb pada anak2 dri masa kecil hingga dewasa kah?

Lalu...ootb yg bagaimana yg diterapkan pada anak? Sekreatifnya anak? Atau tetap ada batasan2 yg berkaitan dg norma khidupan?

Jika ada batasannya...maka yg bagaimnakah itu?.
Maaf panjaaang ☺🙏🏻

 Ootb kayaknya Out Of The Box ya 🤔

▶ Mbak Imah, ini opini pribadi saja ya boleh setuju boleh tidak. Kalau menurut saya tidak wajib para ortu harus menerapkan out of the box pd anak-anaknya. Sebab tidak semua orangtua merasa sadar harus bisa menerapka pola pikir out of the box pd anak-anaknya. Namun, bagi orangtua yg sudah paham ilmunya apalagi sudah bangun dr pingsannya dan tersadar secara penuh maka ini mutlak menjadi kewajiban, suka maupun tidak. Karena pengetahuan atau ilmu kita kelak yg akan ditanya kebermanfaatannya bagi keluarga kelak.

Apakah menerapkan out of the box anak hingga dewasa? Wah, tentu tidak perlu mbak. Apalagi jika kita mulai sedari dini mematik intellectual couriousity mereka maka ketika usia aqil baligh anak sudah punya inisiatif sendiri tdk perlu kita arahkan. Maka obrolan pun akan dipenuhi dg apresiasi dan klarifikasi atas semua ide anak-anak kita.

Kreatif itu tidak tanpa batas, yg membatasi adalah larangan dalam kitabullah dan norma yg disepakati oleh masyarakat dalam kehidupan kita. 

Pertanyaan menariknya adalah, apa saja kira-kira larangan yg mengikat kreatifitas itu dlm norma agama dan norma masyarakat? Adakah teman-teman yg bisa memberikan contohnya?

Tanggapan penanya :
[19/3 21.43] ‪+62 821-3334-4516‬: Iya mbk ilva mbk gita...alhamdulillah paham, tinggal paragraf trakhir yg masih pnasaran 😁

[19/3 21.44] ‪+62 821-3334-4516‬: Karna kdang klo ngikutin anak...kepentok dg aturan2tertentu...sehingga ortu dianggap kolot. Pdahal tujuannya baik *mnurutortu

Kesimpulan yang bisa saya tarik :
Anak terlahir dengan takdir fitrah masing masing, kreatifitas sudah menempel erat dengannya, tugas menjadi orang tua adalah membersamai mereka untuk tumbuh bersama kreatifitas yang dapat menentukan mereka menjadi manusia seutuhnya tanpa fitrah yang tercederai, saya pribadi masih sangat sangat jauh dari sosok orang tua sempurna, karena saya masih sering melibatkan emosi ketika melihat kreatifitas anak dari kaca mata saya, kreatif tak jarang bersinggungan dengan "berantakan" menurut saya yang sangat menjunjung kerapian, jadi saya harus harus dengan sangat berubah, tak ada yang tak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar